Stunting masih menjadi permasalahan serius yang dihadapi Indonesia khususnya di bidang kesehatan.
Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek pada anak balita (di bawah 5 tahun). Anak yang mengalami stunting akan terlihat pada saat menginjak usia 2 tahun.
Seorang anak dikatakan mengalami stunting apabila tinggi badan dan panjang tubuhnya minus 2 dari standar Multicentre Growth Reference Study atau standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.
Selain itu, Kementerian Kesehatan RI menyebut stunting adalah anak balita dengan nilai z-skor nya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted). Tabel grafik ini bisa dijumpai di buku kesehatan ibu dan anak.
Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022.
Angka tersebut menunjukkan kasus stunting saat ini masih tinggi. Dampak dari kasus stunting bukan hanya urusan tinggi badan tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis.
Sementara prevalensi kasus stunting di Kabupaten Wonosobo berada di angka 10,49%. oleh karena itu, diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk mengatasi kasus stunting yang ada di Kabupaten Wonosobo.
Melalui Gerakan 1000 telur, diharapkan dapat mengatasi kasus stunting yang ada. Kunjungan dari Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Wonosobo ke Kelurahan Selomerto pada 19 Oktober 2023 untuk membagikan telur merupakan langkah konkret dalam upaya mengatasi stunting.
Komitmen dari berbagai pihak mutlak diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam mentasi kasus stunting. Telur tersebut nantinya akan dibagikan kepada balita di Kelurahan Selomerto melalui Posyandu.
Tidak hanya di Selomerto, gerakan 1000 telur ini juga sudah berlangsung di beberapa kelurahan/desa di berbagai Kecamatan se-Kabupaten Wonosobo.